Roti itu makanan kuda. Hah? Iya, minimal itulah pengetahuan baru yang aku peroleh sore tadi saat berjalan-jalan di depan lapangan Santo Petrus di kota Roma.
Seorang kusir sedang asyik mengisi perutnya dengan mengunyah roti. Sebagian masih dipegang tangan kirinya. Sambil menggoyang-goyangkan lidah dan mengunyah roti di mulutnya tangan kanannya mengulurkan potongan-potongan roti ke dalam mulut kuda, penarik keretanya. Si kuda pun tampaknya ikut menikmati makanan yang disodorkan tuannya. Menarik!
Makan itu memang peristiwa sosial. Orang berbagi. Bukankah kebiasaan kenduri dimaksudkan juga untuk mengungkapkan rasa berbagi? Di sana tampak solidaritas antara sesama, tidak pandang suku, agama, atau etnis. Sekurang-kurangnya itulah pengalamanku waktu kecil ketika harus berkenduri di rumah tetangga yang berbeda agama.
Perayaan ekaristi juga merupakan perjamuan solidaritas. Di sana Yesus yang memberikan Diri-Nya dalam rupa roti (tubuh-Nya) dan anggur (darah-Nya) menyatakan solidaritas-Nya kepada kita manusia yang lemah dan berdosa. Yesus ingin menyatukan Diri-Nya dengan kita. Bahkan lebih dari itu, Dia ingin mengorbankan Diri-Nya bagi keselamatan seluruh umat manusia.
Dia mengajarkan:”Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh 12:24) Itulah yang dipenuhi-Nya dalam perjamuan terakhir dan disempurnakan pada korban di kayu salib.
Hidup yang disemangati oleh jiwa ini akan menghasilkan buah-buah keselamatan. Para kepala rumah tangga yang berjuang menghidupi anggota keluarganya dengan cinta dan ikhlas hati bagaikan biji gandum yang mematikan keinginan dirinya untuk kesejahteraan sesamanya. Mereka membiarkan hidupnya menjadi makanan-minuman yang menghidupi orang-orang yang dicintainya. Mereka telah menunjukkan solidaritasnya kepada orang-orang terdekatnya.
Kusir di atas tidak hanya mengambil untung dari kuda yang telah menghidupinya, tetapi juga membagi roti (makanannya) dengan kuda yang menghidupinya.
Sikapnya mengingatkanku untuk mau solider dengan orang-orang di sekitarku. Betapa sering aku hanya ingin mengambil dari sesama tanpa dengan cinta, sikap rela, dan ikhlas berbagi lewat karya dan pelayanan yang dipercayakan kepadaku.