Yang satu ini merepotkan manusia sejak awal sejarahnya. Bukan hanya pria yang berkepentingan. Wanita pun kerap terganggu ketika Mr.P kurang bagus kualitasnya. Para isteri bisa marah gara-gara Mr. P. Repotnya, ini bukan hanya concern orang awam. Kaum religius dan rohaniwan pun ikut tersangkut.
Walau kehidupannya sudah maju dan modern manusia tidak semakin cerdas menangani Mr.P. Kesannya malah semakin bodoh dan parah. Pelbagai macam konsultasi belum sempurna memberikan solusi. Jalan keluar berdasar nalar tidak juga membikin masalahnya klaar.
Apa itu Mr.P? Pertama, possession. Gara-gara Mr.P yang satu ini orang tidak segan-segan berbuat tidak jujur, mencuri dan melakukan korupsi. Kedua, position. Demi mendapatkan position orang tidak peduli terhadap sesama. Di dalam dunia politik orang main uang dan intrik. Dalam biara Mr.P ini malah mengundang neraka. Ketiga, pride. Untuk apa orang merebut possession dan position? Demi pride. Seakan-akan pride itu menjadi ukuran kualitas pribadi. Bukankah para isteri malu mempunyai suami yang tanpa possession, position dan pride?
Semakin kuat Mr.P-nya semakin stress para pemiliknya. Bukankah Mr.P itu telah mendatangkan pressure? Demi mendapatkan possession, position dan pride orang harus menekan perasaannya sendiri, menekan bawahan dan rekannya atau sesamanya.
Ternyata, kehidupan suami-isteri yang baik dan bermutu tidak tergantung pada kualitas Mr.P. Yang menentukan manusia itu bahagia ialah relasi. Hubungan harmonis dengan Allah, diri sendiri, sesama, lingkungan hidup dan sejarahnya membuat manusia bahagia. Hanya sibuk mengurus Mr.P saja justru membuat manusia jauh dari hidup seimbang dan tenang.
Mr.P itu warisan nenek moyang umat manusia (Adam dan Hawa). Bukankah mereka jatuh ke dalam dosa karena possession, position dan pride? Karena itu, untuk bebas dari Mr.P orang memerlukan penebusan. Dari manusia diperlukan tanggapan dan usaha yang diwarnai dengan persistence atau perseverance.
Universitas Katolik Widya Karya, Malang
13 Mei 2016