Manusia diciptakan secitra dengan Allah (Kej 1:27). Kita percaya bahwa Allah itu adalah kasih (1 Yoh 4:16) dan menciptakan manusia karena kasih. Jadi, citra diri kita adalah kasih dan Tuhan memang menghendaki kita berada dalam kasih-Nya (Yoh 15:9) sehingga kita mengalami hidup yang berlimpah (Yoh 10:10).
Allah yang menciptakan alam semesta dan isinya hadir dalam seluruh ciptaan-Nya. Kasih-Nya menjadi energi utama yang menghidupi semuanya. “Where there is love there is life,” kata Mahatma Gandhi.
Kita semua mengambil bagian dalam energi universal itu. Orang yang mengalami dan menyadarinya akan berkata bersama Santo Agustinus:”I am in love with loving”.
Benar, bagian dan tugas hakiki manusia adalah mengasihi. Apa tujuan dari mengasihi? Kasih tidak punya tujuan karena kasih itu menjadi alasan sekaligus tujuan. “Love is its own reward,” kata Deepak Chopra.
Semakin banyak mengasihi, semakin banyak orang memperoleh kasih. Artinya, makin dipenuhi oleh Allah sendiri. Indah sekali!
Inilah dinamika energi universal yang menggerakkan kehidupan ini. Bagaimana kita bisa mengambil bagian dalam dinamika kasih ini? Bukankah manusia lahir dari cinta, hidup mengarungi perjalanan cinta, dan akhirnya akan dibawa kembali kepada cinta?
Hingga kini aku selalu bertanya:”Seberapa jauh aku telah mengasihi?” Barangkali alasan utama aku kurang menikmati keindahan dan kebahagiaan hidup ini karena aku belum sungguh mengasihi.