Charger

Orang yang tergantung pada handphone dan gawai merasa bahwa charger itu kebutuhan pokok. Tidak pernah boleh lupa membawa charger. Seolah-olah tanpa charger orang merasa akan hidup di tengah hutan, tanpa komunikasi dan relasi dengan sesamanya.

Handphone dan gawai membantu orang terkoneksi dengan orang lain dan merasa diri well-informed. Karena itu, alat-alat itu harus siap menyala dan digunakan selama 24 jam. Jika mungkin ke mana-mana orang harus membawa power bank. Gawai mati berarti hidup terasa sepi.

Hidup manusia bagaikan handphone dan gawai yang membutuhkan energi dan spirit. Tanpa roh hidup kehabisan energi. Plato (427-347) mengatakan manusia itu terdiri dan badan dan jiwa. Sedangkan Aristoteles (384-322) menegaskan bahwa manusia itu memiliki badan, jiwa dan roh. Semua elemen mesti diperhatikan.

Ketika hanya memeliharan badannya saja manusia seumpama handphone dan gawai yang hanya dibersihkan dan dilindungi penampilan luarnya tanpa pernah di-charge ulang.

Menarik, bahwa banyak orang panik ketika tidak bisa mengisi gawainya dengan listrik. Tetapi mereka tenang-tenang saja selama setahun tidak pernah mengisi dirinya dengan energi rohani. Hidup mereka seperti gawai yang berkembang sepenuhnya karena kehabisan listrik.

Berapa kali dalam hidup ini kita mengisi hati, batin, jiwa dan pikiran dengan aliran-aliran listrik rohani? Apakah kita mengisi hati dengan energi kasih? Apakah jiwa kita terpelihara dan tumbuh karena terisi dengan doa-doa? Sejauh mana pikiran kita diperbarui dengan informasi dan ilmu pengetahuan yang kita timba dari bacaan-bacaan?

Banyak orang asyik dengan gawai untuk mencari informasi dan koneksi sambil melupakan konektivitas dengan Tuhan dan diri sendiri. Hidupnya selalu sibuk dengan aktivitas keluar, keluar dan keluar; lalai masuk ke dalam diri sendiri untuk menimba kekuatan dari Sang Ilahi dan berdiam tenang dalam jiwa.

Masuk akal banyak orang merasa jiwanya kering, hatinya kosong, badannya cepat loyo dan relasi dengan sesamanya sering bermasalah.

Mengisi handphone dan gawai dengan listrik diperlukan. Namun ada yang jauh lebih mendesak dan selalu diperlukan, yakni mengisi hati, jiwa dan pikiran kita dengan energi rohani: keutamaan iman-harapan-kasih, doa dan spiritualitas. Jika itu yang kita lakukan, niscaya hidup kita yang terdiri dari badan, jiwa dan roh akan tumbuh secara seimbang dan kita mengalami ketenangan dan kebahagiaan.

Universitas Katolik Widya Karya, Malang

11 Mei 2016